Minggu, 10 Oktober 2010

Sejarah Dan Kisah Kawasan Menteng

Sejarah Dan Kisah Kawasan Menteng
Posted on August 25, 2010 by akuindonesiana| Leave a comment
Ada kenangan dari Firman Lubis di Menteng. Di ujung Jalan Taman Suropati, guru besar Ilmu Kedokteran Komunitas dan Keluarga Universitas Indonesia itu menunjuk ke arah rumah Duta Besar Amerika.

Kepada rombongan ngabuburit di Menteng Buurt, Minggu (22/8), Firman berkisah tentang pengalaman itu. Sekitar tahun 1950-an—sewaktu Firman berumur delapan tahun—dia dan teman-teman suka mengoleksi prangko mancanegara. Tong sampah yang ada di rumah duta besar (dubes) di kawasan Menteng merupakan target utama untuk mendapatkan prangko dari negara tetangga.

Sekali waktu, Firman dan enam kawan lain tengah mencari prangko di tong sampah rumah Dubes Amerika Serikat (AS), yang letaknya tepat di seberang Taman Suropati. Waktu itu belum seperti sekarang. Tidak ada pagar tinggi mengelilingi rumah Dubes AS. Adanya hanya batang bambu. Karena itu, anak-anak bebas keluar-masuk halaman rumah Dubes AS.

”Selagi kami ngubek tong sampah, keluar nyonya bule dari dalam rumah. Dalam bahasa Inggris, dia tanya apa yang kami kerjakan. Teman saya yang usil langsung berpura-pura menyampaikan kalau kami sedang cari makan. Nyonya itu segera masuk ke rumah dan keluar lagi dengan seloyang kue tart. Segera saja kami berebut menghabiskan kue itu,” papar Firman yang lahir dan besar di kawasan Menteng.

Lain dulu, lain sekarang. Boro-boro ngubek tong sampah di rumah dubes, seperti Firman kecil. Rombongan ngabuburit ini langsung didatangi petugas keamanan Dubes AS hanya karena kami berhenti di trotoar seberang rumah dan memotret rumah yang juga salah satu bangunan bersejarah di Menteng itu.

Sejarawan JJ Rizal—yang menjadi pimpinan rombongan ngabuburit ini—akhirnya menyediakan diri untuk diinterogasi petugas. Padahal, acara ngabuburit itu sudah didahului surat pemberitahuan ke pihak kepolisian.

Dari buku Menteng karya Adolf Heuken SJ dan Grace Pamungkas ST, rumah Dubes AS itu awalnya merupakan rumah direksi firma Inggris Wellenstein Krausse and Co. Perusahaan itu mengurus bisnis ekspor dan pengiriman hasil kebun. Baru tahun 1948, rumah dijadikan kediaman Dubes AS.

Kota taman

Rumah Dubes AS itu merupakan satu dari banyak peninggalan sejarah di kawasan Menteng. Menteng menarik karena sejak awal kawasan ini didesain sebagai permukiman kalangan menengah-atas, awal abad ke-20. Desain Menteng menjadi acuan bagi kota lain di Indonesia, seperti Semarang dan Surabaya.

Adalah perusahaan real estat De Bouwploeg memulai pembangunan Menteng. Nama Bouwploeg kerap diplesetkan menjadi Boplo. Perusahaan itu berkantor di gedung yang kini menjadi sebagai Masjid Cut Mutiah.

Perjalanan ngabuburit kemarin dimulai dari Museum Penyusunan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol. Museum itu menempati bangunan yang tahun 1920-an adalah kantor asuransi Nillmij, dan setelah itu dilanjutkan PT Asuransi Jiwasraya. Kerajaan Inggris pernah memakai bangunan ini untuk kediaman resmi konsul hingga tahun 1942, dan rumah Dubes Inggris tahun 1950-1981.

Setelah Perang Dunia II berakhir, gedung itu menjadi kediaman Laksamana Muda Maeda. Maeda adalah kepala kantor penghubung Angkatan Laut Jepang. Di rumah Maeda juga, naskah Proklamasi disusun pada tanggal 16 Agustus 1945.

Di sebelah museum berdiri Gereja Paulus yang dibangun pada tahun 1936. Awalnya, gereja ini dikenal dengan nama Nassaukerk. Jalan Imam Bonjol masih disebut Nassau Boulevard.

Arsitek dan kontraktor Ir FJL Ghijsels membangun Logegebouw. ”Dulu, gedung ini kerap dijuluki gedung setan karena sangat tertutup,” ucap Firman.

Ketertutupan gedung ini disebabkan aktivitas penggunanya, yakni organisasi internasional yang merahasiakan sebagian kegiatan mereka. Walaupun seram, di dalam bangunan ini juga terdapat perpustakaan yang bisa diakses umum.

Logegebouw digunakan sebagai Kantor Bappenas sejak tahun 1967. Kanan-kiri gedung akhirnya dijadikan bagian dari kompleks Kantor Bappenas. Di belakang Logegebouw dulu masih berupa taman. Belakangan, taman itu dibangun menjadi Masjid Sunda Kelapa.

Nama Wali Kota Batavia pertama, GJ Bisshop (1916-1920), sempat diabadikan untuk nama taman, yakni Burgermeester Bisschopplein.

Menyusuri Jalan HOS Cokroaminoto—dulu bernama Javaweg—sampailah rombongan kami di muka SDN 01 Gondangdia. ”Sekitar tahun 1960, SD ini dinamai SD Argentina kendati tidak ada siswa asal Argentina yang bersekolah di situ. Nama itu merupakan anugerah Presiden Soekarno untuk menghormati hubungan bilateral Indonesia-Argentina,” kata Firman.

Sebagai balasan, di Argentina juga ada SD Indonesia. Saat itu, hubungan Indonesia-Argentina sedang mesra karena kedua negara ini sama-sama negara nonblok.

Selepas SD Gondangdia, sampailah kami di Taman Menteng. Taman ini awalnya merupakan Lapangan Persidja. Dua sepeda bercat oranye disandarkan di areal taman sebagai penanda sejarah taman ini. Permukiman Menteng memang dirancang lengkap dengan fasilitas umum, termasuk lapangan.

Di sisi Taman Menteng, berdiri Hotel F1. Hotel ini menempati bangunan bekas bioskop Menteng. Lantaran tidak terawat, bangunan bioskop beralih fungsi.

”Kawasan Jalan HOS Cokroaminoto ini dulu juga menjadi kawasan pertokoan selain Cikini dan Dukuh Atas,” kata Zeffry Alkatiri, penyair yang juga penggemar sejarah Jakarta.

Depot atau toko sembako dulu marak di kawasan Meteng. Di depot itulah, orang mencari barang-barang harian yang dibutuhkan. Kini, depot sudah sangat jarang dan berganti dengan minimarket beraneka nama.

Memasuki Jalan Besuki, Firman menunjukkan sebuah restoran lawas, yakni Tan Goei. Restoran ini, menurut Firman, sudah harum sejak dulu. Namun, Firman mengaku jarang makan di restoran itu pada masa mudanya lantaran harga makanan ditujukan untuk kelas atas.

Kendati ada bangunan yang mempertahankan bentuk aslinya, tetapi Menteng kini banyak dikepung bangunan baru yang didesain jauh dari desain awalnya. Akhirnya, bangunan dengan bentuk ”gado-gado” mewarnai permukiman Menteng. Belum lagi bangunan yang tampak tidak terawat.

Menteng merupakan bagian sejarah Kota Jakarta yang kini sudah mulai bergeser. Semoga, pergeseran itu tidak makin menggerus lahan terbuka yang menjadi bagian dari penyerapan air Ibu Kota.
copy @http://akuindonesiana.wordpress.com/2010/08/25/sejarah-dan-kisah-kawasan-menteng/

0 komentar:

Posting Komentar