Selasa, 19 Oktober 2010

Ciliwung dari Mata Air ke Mata Air
Sabtu, 17 Januari 2009 | 06:19 WIB
Sabtu (17/1) ini, Tim Ekspedisi Kompas Ciliwung 2009 memulai kegiatan menyusuri Ciliwung dan daerah alirannya. Ekspedisi ini dilakukan mulai dari beberapa lokasi sungai kecil pembentuk hulu sungai di daerah Puncak sampai ke muaranya di Teluk Jakarta. Kegiatan yang akan berlangsung selama sepekan ini bertujuan mengamati dan memotret berbagai fenomena hubungan antara Ciliwung, manusia dan budayanya, masalah sosial, serta potensi yang melingkupi sepanjang tepiannya.

Kenapa Ciliwung? Ciliwung merupakan sungai terpenting dan berpengaruh terhadap kehidupan penduduk Jakarta. Di antara 13 sungai yang melintasi Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta, Ciliwung merupakan sungai yang mengalir persis di jantung kota, melalui daerah-daerah permukiman yang paling padat.
Ciliwung, yang panjangnya lebih dari 100 kilometer, dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Ciliwung mengalir melalui wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, juga Kota Depok, sebelum memasuki wilayah Jakarta.
Menurut para geolog, alur dan aliran Ciliwung di Jakarta terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan alam dataran rendah Jakarta dan sekitarnya sekitar 5.000 tahun silam. Bagian hulunya berumur lebih tua, terbentuk seiring dengan proses lahirnya daerah pegunungan dan dataran tinggi Bogor pada kala neozoikum, antara 6 juta dan 20.000 tahun lalu.
Dr Hasan Djafar, arkeolog Universitas Indonesia, mengatakan, sebagai sebuah sungai purba, Ciliwung menjadi saksi kehidupan manusia yang tinggal di sepanjang tepiannya dan menjadikannya sumber kehidupan sejak ratusan, bahkan ribuan, tahun silam.
Mengacu pada penelitian Hasan Djafar, Ciliwung telah disebut sebagai sarana transportasi utama sejak masa Sunda klasik. Hasan mengungkapkan, berdasarkan catatan perjalanan Bujangga Manik, perjalanan dari Kalapa (Pelabuhan Sunda Kelapa) ke ibu kota Kerajaan Sunda (sering disebut Pakuan Pajajaran) melalui Cihaliwung (sebutan Ciliwung pada masa Sunda klasik).
Hasan menegaskan, setidaknya ada 15 situs purbakala di sepanjang aliran Cihaliwung, yang menunjukkan adanya perkembangan peradaban manusia berbasis sungai. Beberapa situs ditemukan di daerah Depok, Condet, Cililitan, sampai daerah Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Di situs-situs itu ditemukan berbagai sisa kebudayaan manusia prasejarah, seperti kapak, beliung batu, gurdi, dan sisa-sisa barang gerabah. Semua dari masa sekitar 2.500 tahun silam.
Peran penting
Memasuki masa awal sejarah Indonesia, Ciliwung terus memainkan peran penting bagi kehidupan manusia. Pada zaman Kerajaan Sunda abad ke-10 hingga ke-16, di muara Ciliwung, yang berlokasi di daerah Jakarta Kota sekarang, telah berdiri Pelabuhan Kalapa. Cikal bakal Pelabuhan Sunda Kelapa ini termasuk salah satu pelabuhan terbesar kala itu di Nusantara.
Di Pelabuhan Kalapa inilah pada tahun 1522 terjadi perundingan persahabatan dan perdagangan internasional pertama di Nusantara, yakni antara Portugis dan kerajaan Sunda Hindu.
Para pedagang Belanda, sekitar seabad kemudian, menyusul datang untuk pertama kalinya ke Sunda Kalapa. ”Pedagang Belanda menyatakan kekagumannya dan mengatakan pelabuhan di muara Ciliwung ini amat baik. Airnya lebih dalam dibandingkan Sungai Banten sehingga memungkinkan Ciliwung dilayari ke arah hulu sampai sejauh beberapa kilometer,” kata Hasan.
Dari masa ke masa, dari zaman ke zaman, jumlah penduduk yang bermukim dan berusaha di sepanjang tepian Ciliwung terus tumbuh dan berkembang. Kini, daya dukung Ciliwung bagi kehidupan manusia yang hidup di sepanjang tepiannya tampaknya sudah melampaui ambang batas. Ciliwung tak sanggup lagi menampung sampah yang setiap hari dalam jumlah berton-ton dibuang ke sana oleh jutaan warga Bogor, Depok, dan Jakarta.
”Dulu manusia memilih kawasan di sekitar Ciliwung untuk tempat tinggal dan mengembangkan budaya. Tingginya tingkat ketergantungan manusia pada sungai kala itu menyebabkan Ciliwung dihargai dan dijaga kelestariannya,” kata Dr Restu Gunawan, MHum, ahli sejarah banjir Jakarta yang juga staf Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Namun, lanjutnya, sekarang orang berkumpul tinggal di bantarannya tidak lagi dengan alasan membutuhkan air dan aliran Ciliwung, tetapi lebih karena kawasan itu dianggap sebagai bagian dari dataran yang mudah dicapai dan relatif murah. Okupasi lahan bahkan sampai ke badan sungai yang dipastikan bakal dibanjiri air kala sungai meluap pada musim hujan.
Restu mengatakan, ditilik dari sejarahnya, ada fakta dan pemahaman yang terbalik terhadap keberadaan Ciliwung. Sayangnya, apa yang terjadi saat ini diikuti dengan pembiaran terhadap sungai purba itu. Jalan airnya, tempat parkir air kala meluap, dan pepohonan di hulu serta sepanjang bantaran sungai dibabat atas nama kebutuhan manusia yang terus meningkat.
Ciliwung bukan manusia, ia tak bisa marah, tetapi hanya bisa mengalir apa adanya. Semakin banyak bangunan penghalang alirannya, banjir makin kerap terjadi dan meluas.
Kekerasan terhadap Ciliwung terus berlangsung dalam 40 tahun terakhir. Industri tumbuh subur di sepanjang tepian Ciliwung dan sejumlah percabangannya. Di banyak tempat, air sungai itu bahkan tak layak lagi dipakai untuk mandi. Air Ciliwung telah tercemar limbah berat. Kini yang tersisa paling hanya ikan sapu-sapu.
Perubahan perilaku
Kepala Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane Pitoyo Subandrio mengatakan, usaha untuk mengatasi banjir secara sistematis dan konsepsional di Jakarta sudah dilakukan sejak hampir seabad lalu. Tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membangun Pintu Air Manggarai dan Banjir Kanal Barat (BKB). BKB adalah sungai besar buatan untuk mengalihkan sebagian air Ciliwung ke arah sisi paling barat Jakarta.
Sejumlah kanal, sodetan, dan pintu air lain juga dibangun. Tujuannya sama, menyelamatkan kawasan pusat kota, termasuk Istana Gubernur Jenderal yang sekarang menjadi Istana Merdeka, dari ancaman banjir.
Pemerintah kini giat membangun Banjir Kanal Timur (BKT) yang dapat menampung sebagian air Ciliwung sebelum menggelontorkannya ke laut di ujung timur Teluk Jakarta. ”Namun, upaya ini bakal sia-sia jika tak diiringi perubahan perilaku masyarakat, termasuk pemerintah dengan kebijakannya, warga di sepanjang bantaran, dan masyarakat umum dengan sampahnya,” kata Pitoyo Subandrio.
Ciliwung, tak bisa dibantah, telah beralih peran dari sumber kehidupan menjadi sumber bencana. Kini saatnya, jangan ditunda lagi, melestarikan Ciliwung dengan mengubah perilaku kembali bersahabat dengan sungai.

copy @ http://www.kompas.com/lipsus012009/ciliwung/read/xml/2009/01/17/06190085/Ciliwung.dari.Mata.Air.ke.Mata.Air.

Senin, 18 Oktober 2010

Tempat Tinggal kite2






















*keliatannya tempat tinggalku jauuuuuh sekali TT___TT

Study Area






















*ga termasuk yang di woodland yeee! kejauhan :P

ABSTRAKSI CIKINI


Kawasan cikini merupakan salah satu kelurahaan di bagian kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Kawasan ini terkenal akan daerah kuliner dan tempat wisata. Kegiatan di kawasan cikini tidak terlepas dari sejarahnya dan lingkungan sekitarnya.Dari sejarahnya kita dapat melihat asal usul Cikini, dan lebih mengerti tentang zoning yang ada di Cikini.
Sangatlah menarik ketika melihat sejarah perkembangan kawasan Cikini. Namun semua ini terkoordinasi dengan baik karena sejak zaman Belanda, kawasan cikini yang termasuk dalam kawasan Menteng telah dirancang dan tertata. Yang menarik dari  Cikini, kasawan ini terdapat daerah dimana merupakan bagian yang telah ditata, namun juga terdapat daerah yang berkembang karena adanya bagian yang tertata itu tadi. Bagian yang tertata tersebut merupakan daerah di  dalam kawasan jalur kereta api, di daerah barat Cikini. Kawasan Menteng  diperuntukan sebagai rumah untuk para pejabat tinggi dan warga Eropa tingkat menengah keatas.   Maka dari itu ciri khas rumah di kawasan Menteng berhalaman  sangat luas dan bergaya Vila Eropa yang memang lagi ngetren saat itu, dan masih bagus sampai sekarang. Cikini merupakan daerah paling pinggir dari Menteng, dan karena itulah kawasan ini menjadi daerah komersial, yang masih berbaur dengan pemukiman walau tidak sebesar pemukiman di pusat Menteng.
Berkembangnya kawasan komersial di sepanjang jalan Cikini Raya dikarenakan jalan tersebut merupakan akses menuju stasiun, dan juga dekat dengan kawasan pemukiman elit. Sebagian besar pemilik dari toko masih menempati bangunan lama lengkap dengan menu turun menurun. Seperti toko kue Tan Ek Tjoan yang masih berada hingga sekarang, masih di daerah Cikini Raya, juga  ada perusahaan sirup Sarang sari sejak tahun 1930-an. Di salah satu gang jalan Cikini Raya, terdapat restaurant Jepang yang berdiri sejak tahun 1969 tepatnya restaurant Kikugawa. Kawasan ini termasuk daerah yang memang sudah terbangun lama sehingga banyak sekali bangunan lama yang masih terawat.  Bila ditelusuri daerah dekat stadium ini juga terdapat banyak apartemen yang telah berkembang. Apartemen ini juga dikarenakan padatnya kebutuhan bermukim sehingga mempunyai akses yang strategis di kawasan Jakarta.
Perkembangan pendidikan di daerah Cikini dapat terlihat ketika menelusuri kembali kawasan sekitarnya.  Kawasan Cikini ikut terpengaruh karena menteng merupakan daerah perkembangan dari Batavia karena itu juga banyak sekali museum di kawasan Menteng. Museum merupakan sebuah program yang mendukung adanya fasilitas pendidikan yang lebih intensif, seperti halnya sekolah. Mulailah berkembang sekolah-sekolah yang menunjang kebutuhan para masyarakat dari kaum elit yang tinggal di Menteng sampai penduduk Indonesia sendiri. Kawasan komersial yang seiring bertumbuh juga mempengaruhi kegiatan pendidikan di Cikini, sehingga banyak tempat-tempat seperti cafĂ©, restaurant sebagai tempat kumpul. Kegiatan pendidikan ini juga didukung dengan adanya akses yang mudah di daerah Cikini. Dengan akses-akses yang ada, baik kereta api maupun bus way, menjadi bahan pertimbangan untuk memilih menempuh pendidikan di pusat Jakarta, tepatnya kawasan Cikini.
Kembali ke awal, saya lebih melihat Cikini yang merupakan bagian dari Menteng, karena memang perkembangan kawasan ini tidak lepas dari lingkungan sekitar. Saya menelusuri daerah Menteng yang sekarang, dan saya melihat daerah yang memang dikhususkan menjadi pemukiman kaum elit sejak zaman Belanda, masih ada sampai sekarang. Pemukiman ini menjadi kawasan kedutaan besar Negara asing. Ketika saya data, sekitar 21 rumah Kedutaan Asing berada di Menteng. Lalu saya menghubungkan dari percampuran Budaya yang ada di Menteng dengan program pendidikan yang ada di Cikini, maka saya mengajukan untuk mendesain sebuah sekolah Bahasa.
Sekolah bahasa ini menjadi tempat untuk pertukaran para pelajar dari negara-negara asing diperkenalkan cara Negara kita bersosialisasi, berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik, sehingga dapat melanjutkan studi yang lebih mendalam dari pelajaran Indonesia.  Mengapa  sekolah Bahasa? Bahasa merupakan alat komunikasi. Ketika komunikasi tidak berjalan lancar, maka ilmu yang didapatpun tidaklah maksimal. Sekolah bahasa ini bersifat short term, dimana metode pengajarannya seperti collage, suatu pusat bimbingan, yang sifatnya sebagai pengantar menuju tingkat yang lebih mahir. Saya sebenarnya lebih mengutamakan para siswa dari Negara-negara asing, karena di sekolah ini tidak hanya mengajarkan bahasa, tapi juga sejarah kebudayaan Indonesia, yang bisa ditelusuri dari catatan museum yang ada di kawasan Menteng. Cara mengaksesnya pun sangat mudah, karena dengat dengan stasiun Cikini, dan akses busway. Melihat target user saya adalah pelajar dari Negara asing, maka sebaiknya terdapat sebuah kawasan tempat tinggal sementara seperti dorm, sehingga memudahkan mahasiswa untuk beradaptasi.  Dengan penempatan sekolah bahasa dan kebudayaan Indonesia ini, jadi ada keterkaitan antara apa yang ada di sekitar Cikini, baik tempat kedutaan-kedutaan besar, museum, hingga akses yang sangat strategis. 


HUAAAA.... 5 KEYWORD NYE APA YA???? GA KEPIKIRAN  TT___TT

Minggu, 17 Oktober 2010

RENCANA STRUKTUR RUANG JAKARTA PUSAT

ARAHAN KAWASAN STRATEGIS JAKPUS

DATA MUSEUM SEKITAR

DATA KEDUTAAN SEKITAR

GREEN MAPS NYA CIKINI

Kamis, 14 Oktober 2010

LAYOUT GAMBAR

Senin, 11 Oktober 2010

SEJARAH PEMBANGUNAN KAWASAN MENTENG

SEJARAH PEMBANGUNAN KAWASAN MENTENG
Kawasan Menteng mulai dibangun tahun 1920 an, pada jaman Kolonial Belanda dan dirancang sebagai perluasan kota kesebelah selatan dari wilayah pusat kota yang dikenal pada waktu itu sebagai Weltervreden. (Wilayah sekitar Gambir dan Pejambon sekarang).
Perencanaan lingkungan perumahan Menteng ditujukan bagi orang-orang Eropa dan orang pribumi dengan status sosial sedikitnya menengah keatas. Tatanan kotanya sangat khas, yaitu tidak tercampur dengan kampung-kampung pemukiman dari kebanyakan penduduk pribumi, seperti halnya yang terdapat di wilayah lainnya di Jakarta pada waktu itu. Selain itu kawasan Menteng dirancang sebagai suatu penataan kawasan baru yang untuk pertama kalinya menerapkan suatu Peraturan Tata Bangunan Kota yang pertama (Bataviasche Bouwverordening,1919).
Karena perencanaannya yang khas, pada masa itu kawasan ini dijuluki sebagai sebuah kota taman dengan vila-vila Belanda di daerah tropis. Langgam bangunan-bangunannya dikenal secara umum berlanggam “Indis” atau “Indo-Eropa”.

PERENCANAAN AWAL PEMBANGUNAN KAWASAN MENTENG
Perumahan di kawasan Menteng dirancang dengan penggolongan beberapa kelas sesuai rekomendasi oleh BOW (Burgerlijke Openbare Werken = Dinas Pekerjaan Umum) pada waktu itu.
Kelas 1 sampai 3 dibangun di daerah inti dan diperuntukkan bagi para pejabat tinggi dan warga Eropa/Belanda tingkat menengah keatas. Langgam bangunannya ada yang menamakan gaya masa peralihan (Overgangs periode) dari tipe rumah Indis-lama (Oud Indische Huis) yang berhalaman amat luas yang berserambi depan dan belakang selebar rumah, sampai ke gaya Vila Eropa atau gaya modern yang sedang berlaku pada waktu itu.
Tiap kelas mempunyai variasi dan tipe, yaitu :
  • bangunan rumah satu lantai yang terdiri dari rumah induk (hoofd gebouw) dan berdiri sendiri, atau dengan pavilyun disatu atau di kedua sisinya.
  • bangunan rumah dua lantai dengan pavilyun di satu atau di kedua sisinya,
Perumahan elit di kelas ini berada di sepanjang jalan yang juga berklasifikasi tinggi dengan nama ‘boulevard”. Perumahan kelas 4 sampai 7 merupakan tipe yang terbanyak dibangun dan
merupakan perumahan yang berbaur antara yang diperuntukkan bagi orang Belanda tingkat menengah dan orang pribumi. Perumahan kelas 6 dan 7 terutama banyak dihuni oleh para pegawai sehingga dikenal sebagai rumah dinas bagi pegawai (Lands Woningen Voor Ambenaren). Umumnya bangunan kelas ini tipenya merupakan bangunan tidak bertingkat dan dapat berupa rumah gandeng (koppel).
Jalur-jalur perumahan untuk kelas 4 sampai 7 ini berada di sepanjang jalan yang bervariasi tingkatnya antara yang disebut : Laan, Straat, Weg (sekarang semua nama itu diterjemahkan menjadi “jalan” atau “Gang”.
Kawasan Menteng merupakan kawasan yang asri, nyaman dan indah, sebuah pemukiman yang disenangi oleh masyarakat Eropa yang berada dan oleh masyarakat pribumi dari golongan yang terpilih. Karakteristik arsitektural dari bangunan rumah yang menyolok secara fisik dan sangat visual sifatnya adalah bentuk atapnya dan ketinggian bangunannya. Disamping unsur arsitektur lainnya yang juga menyolok dari segi pandangan tampak bangunan, seperti teras dan teritis, tekstur dan pewarnaan dinding, ataupun dekorasi dan detail dari unsur arsitektur lainnya seperti bentuk pintu, jendela, lubang angin dan tinggi. Unsur-unsur tersebut diatas dapat memperkuat sebagai ciri / gaya arsitektur dari bangunan yang bersangkutan yang khas untuk jamannya. Dari gambar-gambar lama mengenai perumahan di kawasan Menteng secara umum memang terdapat beberapa gaya. Ada yang berciri klasikisme/gaya indis lama, Nieuwe Zakelijkhed, Indis Baru, Art Nouveau/Art Deco, Amsterdam, De’ Stijl, Le Corbusier yang menerapkan unsur-unsur rumah tradisional Eropa, tradisionalisme Indonesia yang menerapkan detail-detail berakar dari arsitektur tradisional Indonesia, gaya art deco ataupun moderen tahun 1930 an, disamping gaya villa atau bungalow Belanda.
Sebagai pelengkap dari lingkungan perumahan dibangun pula berbagai bangunan utilitas dan fasilitas di kawasan Menteng antara lain :
  • Gedung N.V. de Bouwploeg (sekarang Mesjid Cut Mutia).
  • Gedung Bataviasche Kunstkring (sekarang kantor Imigrasi).
  • Gedung Nassaukerk (sekarang Gereja St.Paulus dan Gereja Theresia).
  • Gedung-gedung kantor dan sekolah yang sampai sekarang masih ber-fungsi seperti itu : Gedung Ditjen Kebudayaan, gedung sekolah di HOS. Cokroaminoto, jl. H.Agus Salim.
Perabot dan pemandangan jalan (“street furniture” dan “streetscape”) semuanya merupakan bagian yang terpadu dalam suatu lingkungan perkotaan. Bila pada “tempo doeloe” di jalan-jalan di kawasan Menteng ada kekhasan mengenai bentuk tiang listrik, tiang iklan, kotak pengiriman pos dijalan, patung peringatan, maka sekarangpun didalam hal ini ada perkembangannya. Contohnya adalah tiang lampu di jl. Imam Bonjol - jl. Diponogoro yang dipasang sekitar tahun 70 an menggantikan lampu gantung neon tahun 60 an. Adanya tiang iklan dan kotak pengiriman surat yang dibuat dalam bentuk yang bernostalgia ke Menteng “tempo doeloe”.

Minggu, 10 Oktober 2010

peta let's go to monas-menteng

Sejarah Dan Kisah Kawasan Menteng

Sejarah Dan Kisah Kawasan Menteng
Posted on August 25, 2010 by akuindonesiana| Leave a comment
Ada kenangan dari Firman Lubis di Menteng. Di ujung Jalan Taman Suropati, guru besar Ilmu Kedokteran Komunitas dan Keluarga Universitas Indonesia itu menunjuk ke arah rumah Duta Besar Amerika.

Kepada rombongan ngabuburit di Menteng Buurt, Minggu (22/8), Firman berkisah tentang pengalaman itu. Sekitar tahun 1950-an—sewaktu Firman berumur delapan tahun—dia dan teman-teman suka mengoleksi prangko mancanegara. Tong sampah yang ada di rumah duta besar (dubes) di kawasan Menteng merupakan target utama untuk mendapatkan prangko dari negara tetangga.

Sekali waktu, Firman dan enam kawan lain tengah mencari prangko di tong sampah rumah Dubes Amerika Serikat (AS), yang letaknya tepat di seberang Taman Suropati. Waktu itu belum seperti sekarang. Tidak ada pagar tinggi mengelilingi rumah Dubes AS. Adanya hanya batang bambu. Karena itu, anak-anak bebas keluar-masuk halaman rumah Dubes AS.

”Selagi kami ngubek tong sampah, keluar nyonya bule dari dalam rumah. Dalam bahasa Inggris, dia tanya apa yang kami kerjakan. Teman saya yang usil langsung berpura-pura menyampaikan kalau kami sedang cari makan. Nyonya itu segera masuk ke rumah dan keluar lagi dengan seloyang kue tart. Segera saja kami berebut menghabiskan kue itu,” papar Firman yang lahir dan besar di kawasan Menteng.

Lain dulu, lain sekarang. Boro-boro ngubek tong sampah di rumah dubes, seperti Firman kecil. Rombongan ngabuburit ini langsung didatangi petugas keamanan Dubes AS hanya karena kami berhenti di trotoar seberang rumah dan memotret rumah yang juga salah satu bangunan bersejarah di Menteng itu.

Sejarawan JJ Rizal—yang menjadi pimpinan rombongan ngabuburit ini—akhirnya menyediakan diri untuk diinterogasi petugas. Padahal, acara ngabuburit itu sudah didahului surat pemberitahuan ke pihak kepolisian.

Dari buku Menteng karya Adolf Heuken SJ dan Grace Pamungkas ST, rumah Dubes AS itu awalnya merupakan rumah direksi firma Inggris Wellenstein Krausse and Co. Perusahaan itu mengurus bisnis ekspor dan pengiriman hasil kebun. Baru tahun 1948, rumah dijadikan kediaman Dubes AS.

Kota taman

Rumah Dubes AS itu merupakan satu dari banyak peninggalan sejarah di kawasan Menteng. Menteng menarik karena sejak awal kawasan ini didesain sebagai permukiman kalangan menengah-atas, awal abad ke-20. Desain Menteng menjadi acuan bagi kota lain di Indonesia, seperti Semarang dan Surabaya.

Adalah perusahaan real estat De Bouwploeg memulai pembangunan Menteng. Nama Bouwploeg kerap diplesetkan menjadi Boplo. Perusahaan itu berkantor di gedung yang kini menjadi sebagai Masjid Cut Mutiah.

Perjalanan ngabuburit kemarin dimulai dari Museum Penyusunan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol. Museum itu menempati bangunan yang tahun 1920-an adalah kantor asuransi Nillmij, dan setelah itu dilanjutkan PT Asuransi Jiwasraya. Kerajaan Inggris pernah memakai bangunan ini untuk kediaman resmi konsul hingga tahun 1942, dan rumah Dubes Inggris tahun 1950-1981.

Setelah Perang Dunia II berakhir, gedung itu menjadi kediaman Laksamana Muda Maeda. Maeda adalah kepala kantor penghubung Angkatan Laut Jepang. Di rumah Maeda juga, naskah Proklamasi disusun pada tanggal 16 Agustus 1945.

Di sebelah museum berdiri Gereja Paulus yang dibangun pada tahun 1936. Awalnya, gereja ini dikenal dengan nama Nassaukerk. Jalan Imam Bonjol masih disebut Nassau Boulevard.

Arsitek dan kontraktor Ir FJL Ghijsels membangun Logegebouw. ”Dulu, gedung ini kerap dijuluki gedung setan karena sangat tertutup,” ucap Firman.

Ketertutupan gedung ini disebabkan aktivitas penggunanya, yakni organisasi internasional yang merahasiakan sebagian kegiatan mereka. Walaupun seram, di dalam bangunan ini juga terdapat perpustakaan yang bisa diakses umum.

Logegebouw digunakan sebagai Kantor Bappenas sejak tahun 1967. Kanan-kiri gedung akhirnya dijadikan bagian dari kompleks Kantor Bappenas. Di belakang Logegebouw dulu masih berupa taman. Belakangan, taman itu dibangun menjadi Masjid Sunda Kelapa.

Nama Wali Kota Batavia pertama, GJ Bisshop (1916-1920), sempat diabadikan untuk nama taman, yakni Burgermeester Bisschopplein.

Menyusuri Jalan HOS Cokroaminoto—dulu bernama Javaweg—sampailah rombongan kami di muka SDN 01 Gondangdia. ”Sekitar tahun 1960, SD ini dinamai SD Argentina kendati tidak ada siswa asal Argentina yang bersekolah di situ. Nama itu merupakan anugerah Presiden Soekarno untuk menghormati hubungan bilateral Indonesia-Argentina,” kata Firman.

Sebagai balasan, di Argentina juga ada SD Indonesia. Saat itu, hubungan Indonesia-Argentina sedang mesra karena kedua negara ini sama-sama negara nonblok.

Selepas SD Gondangdia, sampailah kami di Taman Menteng. Taman ini awalnya merupakan Lapangan Persidja. Dua sepeda bercat oranye disandarkan di areal taman sebagai penanda sejarah taman ini. Permukiman Menteng memang dirancang lengkap dengan fasilitas umum, termasuk lapangan.

Di sisi Taman Menteng, berdiri Hotel F1. Hotel ini menempati bangunan bekas bioskop Menteng. Lantaran tidak terawat, bangunan bioskop beralih fungsi.

”Kawasan Jalan HOS Cokroaminoto ini dulu juga menjadi kawasan pertokoan selain Cikini dan Dukuh Atas,” kata Zeffry Alkatiri, penyair yang juga penggemar sejarah Jakarta.

Depot atau toko sembako dulu marak di kawasan Meteng. Di depot itulah, orang mencari barang-barang harian yang dibutuhkan. Kini, depot sudah sangat jarang dan berganti dengan minimarket beraneka nama.

Memasuki Jalan Besuki, Firman menunjukkan sebuah restoran lawas, yakni Tan Goei. Restoran ini, menurut Firman, sudah harum sejak dulu. Namun, Firman mengaku jarang makan di restoran itu pada masa mudanya lantaran harga makanan ditujukan untuk kelas atas.

Kendati ada bangunan yang mempertahankan bentuk aslinya, tetapi Menteng kini banyak dikepung bangunan baru yang didesain jauh dari desain awalnya. Akhirnya, bangunan dengan bentuk ”gado-gado” mewarnai permukiman Menteng. Belum lagi bangunan yang tampak tidak terawat.

Menteng merupakan bagian sejarah Kota Jakarta yang kini sudah mulai bergeser. Semoga, pergeseran itu tidak makin menggerus lahan terbuka yang menjadi bagian dari penyerapan air Ibu Kota.
copy @http://akuindonesiana.wordpress.com/2010/08/25/sejarah-dan-kisah-kawasan-menteng/

Pedagang Pasar Cikini Protes

Pedagang Pasar Cikini Protes
20 Jul 2010
Berita Kota Nasional
Puluhan pedagang Pasar Cikini Ampiun, Menteng, Jakarta Pusat, berunjuk rasa menuntut pembukaan kembali pasar tersebut, Mereka minta pagar seng yang menutupi pasar itu dicopot.

AKSI unjuk rasa itu dilakukan di depan Pasar Cikini Ampiun, Senin (19/7) siang. Para pedagang menduga, penutupan pintu masuk ke pasar itu dilakukan oleh PD Pasar Jaya, pengelola Pasar Cikini Ampiun, setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI memenangkan PD Pasar Jaya atas gugatan pedagang Pasar Cikini terhadap tempat penampungan se-mentara (TPS) bagi pedagang Pasar Cikini Ampiun karena pasar tersebut akan direnovasi.

"Hakim memang memenangkan PD Pasar Jaya tetapi keputusan secara tertulis belum kami terima. Seharusnya penutupan pintu itu harus disertai surat eksekusi dari PTUN," kata Wakil Ketua Persatuan Pedagang Pasar Kota Cikini Ampiun, Sopelson. Menurut Sopelson, meski PTUN DKI telah mengeluarkan putusan, upaya hukum dari kalangan pedagang belum selesai. Rencananya pedagang akan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

"Tadi kami bertemu Manajer Area Pusat 1 PD Pasar Jaya, Pence Harahap, dan pengacaranya. Mereka mengatakan bahwa permintaan pedagang akan ditampung dan diteruskan ke atasan," imbuh Sopelson.

Sopelson menjelaskan bahwa pedagang meminta kepada PD Pasar Jaya membuka kembali pintu masuk ke pasar karena ba-rang dagangan sekitar 70 pedagang masih ada di dalam pasar. Padahal, 70-an pedagang tersebut menggantungkan nafkahnya dari berdagang. Sopelson juga mengatakan, pintu masuk tersebut ditutup sejak Kamis (15/7) malam. Penutupan itu sepihak dan tanpa didahului dengan sosialisasi kepada pedagang.

Sementara itu, Manajer Area Pusat 1 PD Pasar Jaya, Pence Harahap, mengatakan bahwa sebelum ada penutupan pintu masuk, pihaknya sudah melakukan sosialisasi dalam bentuk pemberitahuan tertulis kepada pedagang. "Penutupan ini sudah sesuai dengan prosedur kerja kami. Setelah ini kami akan mengosongkan areal pasar untuk dilanjutkan untuk pelelangan aset dah dilanjutkan dengan pembangunan," katanya.

Pence menuturkan bahwa pedagang yang berunjuk rasa menolak penutupan itu hanya sebagian kecil dari total pedagang Pasar Cikini Ampiun. Menurutnya, yang berun-juk rasa hanya 24 pedagang sementara 168 pedagang lainnya telah menempati TPS yang terletak di samping Pasar Cikini Ampiun. Jumlah kios di TPS tersebut mencapai 172 kios. Jumlah ini disesuaikan dengan jumlah pedagang Pasar Cikini Ampiun yang terletak di seberang Stasiun KA Cikini tersebut.

"Kepada mereka (24 pedagang tersebut-Red), kami sempat menawarkan untuk pindah gratis ke pasar lain misalnya Pasar Palmerah, Benhil, dan Gondangdia. Tetapi mereka nggak mau. Itu kan namanya mereka nggak punya niat balk. Mereka tetap meminta pintu dibuka. Kalau begini kapan pasar diperbaiki," ujar Pence.

Seperti diberitakan, beberapa waktu lalu, sejumlah pedagang Pasar Cikini mengajukan gugatan ke PTUN DKI. Mereka menggugat keputusan PD Pasar Jaya dalam membangun tempat penampungan pembangunan (TPS) bagi pedagang Pasar Cikini Ampiun karena Pasar Cikini Ampiun akan direnovasi, ge

RS Cikini Rumah Sang Maestro

RS Cikini Rumah Sang Maestro
27 Aug 2010
Nasional Warta Kota
RUMAH SAKIT Cikini yang terletak di Jalan Raden Saleh. Cikini. Jakarta Pusat, bukan sekadar rumah sakit swasta pertama di Indonesia. Bangunan bak istana ttu Juga menyimpan sejarah seni yang penting. DI gedung itu pernah berdiam seorang maestro, pelukis

terkenal Indonesia yang bernama Raden Saleh. Namanya diabadikan menjadi nama Jalan di depan RS Cikini. Raden Saleh dilahirkan di Terboyo. Semarang. Jawa Tengah, tahun 1814. Pelukis Sang Raja" begitu gelar resmi yang diberikan Raja William Ifi kepadanya di tahun 1849. Dia bertahun-tahun bermukim dan menimba Ilmu seni lukis di Eropa.

Tahun 1951 dia menetap di Batavia bersama istrinya yang orang Belanda, Wlnkelman. yang kaya raya. Ia membangun rumah di Cikini yang saat Itu termasuk kawasan Weltevredcn, tempat orang berduit membangun rumah peristirahatan (Land Hulzen). Sementara Raden Saleh membangun rumah gaya neo gothlc Perancis. j Menurut Harsja W Bachtiar dalam artikel berjudul .Raden Saleh Bangsawan. Pelukis, dan Ilmuwan, dalam buku berjudul Raden Saleh Anak Belanda Mod Indie

Nasionalisme(2009). Istana Raden Saleh terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap dan galeri. Di bangunan utama terdapat aula yang dilengkapi dengan meja berukir dan kursi-kursi. Sedangkan di halaman depan istana itu terhampar rumput hijau dengan bunga berdaun merah. Harsja W Bachtiar yang sosiolog mengutip pernyataan seorang profesor dari Amerika Serikat Albert S Blchmore, yang pernah melancong ke Istana Raden Saleh, Tidak ada penguasa pribumi di seluruh Kepulauan Nusantara yang memiliki Istana sehebat Istana Raden Saleh".

Goresan kuas atau pensil gambarnya telah mengabadikan para pembesar istana dan pejabat pemerintah di Hindia Belanda. Raden Saleh pernah melukis Grand Duke Ernestl dari Saxe-Coburg-Gotha dan Victoria yang bergelar Duchess of Kent. Ia juga melukis wajah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Gubernur Jenderal Jean Chretien Baud. Johannes van Den Bosch, dan Hendrik Merkus de Kock. Lukisannya yang sangat terkenal, yakni penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock di Magelang. Lukisan itu dlpersembah-kannya untuk Raja William IU dari Belanda, (tan)

Jumat, 08 Oktober 2010

EDUCATION definition


n.
The act or process of educating or being educated.
The knowledge or skill obtained or developed by a learning process.
A program of instruction of a specified kind or level: driver education; a college education.
The field of study that is concerned with the pedagogy of teaching and learning.
An instructive or enlightening experience: Her work in the inner city was a real education.

Britannica Concise Encyclopedia: education
Learning that takes place in schools or school-like environments (formal education) or in the world at large; the transmission of the values and accumulated knowledge of a society. In developing cultures there is often little formal education; children learn from their environment and activities, and the adults around them act as teachers. In more complex societies, where there is more knowledge to be passed on, a more selective and efficient means of transmission — the school and teacher — becomes necessary. The content of formal education, its duration, and who receives it have varied widely from culture to culture and age to age, as has the philosophy of education. Some philosophers (e.g., John Locke) have seen individuals as blank slates onto which knowledge can be written. Others (e.g., Jean-Jacques Rousseau) have seen the innate human state as desirable in itself and therefore to be tampered with as little as possible, a view often taken in alternative education. See also behaviourism; John Dewey; elementary education; higher education; kindergarten; lyceum movement; progressive education; public school; special education; teaching.

sekilas tentang Cikini



WISATA
Pelesir di Kawasan Cikini
Senin, 20 September 2010 | 15:40 WIB
Jalan Cikini Raya Jakarta Pusat mempunyai beragam tempat jajanan, mulai dari kaki lima hingga restoran. Sebagian restoran masih memanfaatkan gedung lama. Bahkan, sebagian pedagang mempertahankan makanan lawas.

KOMPAS/AGNES RITA SULISTYAWATY
Jalan Cikini Raya Jakarta Pusat mempunyai beragam tempat jajanan, mulai dari kaki lima hingga restoran. Sebagian restoran masih memanfaatkan gedung lama. Bahkan, sebagian pedagang mempertahankan makanan lawas.

Sejak zaman Belanda, kawasan Cikini menjadi salah satu kawasan yang sohor sebagai tempat tujuan rekreasi, dengan Kebun Binatang Cikini sebagai pusatnya. Kini, kawasan yang termasuk Kecamatan Menteng itu masih jadi salah satu sentra kuliner dan Taman Ismail Marzuki sebagai tempat wisata termasuk Planetarium.

Kalau ada liburan, semisal libur Lebaran, Kebun Binatang Cikini pasti sesak dengan pengunjung.
-- Firman

Sebelum menjadi Taman Ismail Marzuki (TIM), tanah itu dipakai sebagai Kebun Binatang Cikini sejak 1864. Tidak hanya itu. Belanda juga membangun kolam renang dan berbagai lapangan untuk aktivitas olahraga.

Dengan taman dan kebun binatang, Cikini menjadi tempat wisata favorit sejak zaman Belanda. Firman Lubis, salah satu pria kelahiran Menteng, masih mengalami masa-masa ketika orang memadati Kebun Binatang Cikini saat liburan.

”Kalau ada liburan, semisal libur Lebaran, Kebun Binatang Cikini pasti sesak dengan pengunjung,” kenang Firman. Kenangan Firman itu masih terulang saat ini di Kebun Binatang Ragunan.
Tahun 1960-an, Kebun Binatang Cikini dipindahkan ke Ragunan, sementara bekas tanah kebun binatang dijadikan kompleks seni bernama Pusat Kesenian Jakarta TIM.

Salah satu tempat yang hingga kini masih menjadi magnet wisata di Jakarta adalah Planetarium, yang mulai dibangun awal tahun 1967. Setelah sempat mandek beberapa tahun, Planetarium bisa dinikmati umum sejak 1 Maret 1969.

Di sepanjang Jalan Cikini banyak beragam jenis restoran. Menariknya, sebagian besar pemilik toko masih menempati bangunan lama lengkap dengan menu turun-temurun.

Salah satu tempat legendaris di Cikini adalah toko kue Tan Ek Tjoan di Jalan Cikini Raya Nomor 61. Toko yang merupakan cabang dari toko serupa di Bogor ini berdiri di Cikini sejak 1958. Kendati di kanan-kiri toko ini ada toko roti, pembeli tetap saja memilih kue Tan Ek Tjoan.
”Rasanya tetap sama sedari dulu. Nikmat untuk teman minum kopi,” ucap Ilham, salah satu penggemar Tan Ek Tjoan.
Di situ, ada juga beragam jenis roti dengan rasa tertentu, seperti roti cokelat, nogat, dan gambang. Beragam kue seperti risoles, croissant, dan tart juga dijual di situ. Ada pula jajanan lawas seperti ting-ting jahe, alba pastiles, atau kue satu.

Selain restoran, toko kue ini juga beken dengan gerobak-gerobak berlabel sama, yang menjajakan roti ke setiap sudut Jakarta. Namun, kualitas dan harga kue di gerobak beda dengan di toko. Begitu membekasnya roti dari bakeri ini, para fans Tan Ek Tjoan juga membuat grup di situs jejaring Facebook.

Selain itu, ada pula perusahaan sirup Sarang Sari di Jalan Cikini Raya Nomor 77. Perusahaan sirup ini merupakan salah satu perusahaan asing yang diakuisisi menjadi perusahaan nasional Indonesia sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno. Tahun 1930-an, sirup Sarang Sari masih bernama De Friesche Boerin.

Di salah satu ruas jalan Cikini, tepatnya di Jalan Cikini IV, terdapat juga restoran Jepang yang berdiri sejak tahun 1969. Restoran bernama Kikugawa ini menyajikan suasana khas Jepang dengan interior bambu dan musik Jepang.

Makanan yang ditawarkan di restoran ini juga masih mempertahankan bentuk makanan Jepang, antara lain dengan menyajikan beberapa menu ikan segar yang tidak dimasak.

Kuah makanan cenderung didominasi dengan rasa kecut dan asam. Teh hijau atau ocha juga menjadi salah satu pilihan minuman di Kikugawa.

Sementara, di sepanjang Jalan Raden Saleh, terdapat berderet rumah makan yang menyajikan menu Timur Tengah. Di malam hari, sejumlah warung tenda di sekitar Pasar Kembang Cikini dan Stasiun Cikini menjadi tempat tujuan para pemburu kuliner.
Pendidikan dan agama

Selain makanan, kawasan Cikini juga terkenal dengan pendidikan. Yayasan Perguruan Cikini yang berdiri 1942 itu merupakan salah satu yang terkenal. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri merupakan salah satu alumnus perguruan ini. Sebuah insiden sempat terjadi di Perguruan Cikini. Tanggal 30 November 1957, empat granat meledak saat kunjungan Soekarno yang saat itu masih menjabat Presiden RI. Soekarno selamat, namun 48 siswa Perguruan Cikini luka.

Tidak kalah penting adalah gedung yang ditempati Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Keluarga serta Bagian Mikrobiologi, Universitas Indonesia. Pada masa lampau, gedung ini dikenal dengan nama Wilhelmina Instituut voor Hygiene en Bacteriologie. Bangunan ini berhadapan dengan Stasiun Cikini.

Di zaman penjajahan Belanda, rel kereta yang melintas di Cikini ini juga terhubung dengan jalur khusus untuk kereta yang mengangkut candu dari pabrik di pembuatan candu yang terletak di lokasi Fakultas Kedokteran UI saat ini. Karena itu pula, kawasan ini dikenal dengan sebutan amfiun atau amphioen dalam bahasa Belanda yang berarti ’candu’. Kata itu dilafalkan sebagai ampiun. Salah satu tempat yang masih menggunakan nama itu adalah Pasar Cikini Ampiun. (ART)

Editor: I Made Asdhiana | Sumber : Kompas

Ledakan Cikini disebabkan Biogas

Ledakan Cikini disebabkan Biogas

26/08/10 bisnis.com JAKARTA: PT Pertamina (Persero) menegaskan peristiwa ledakan gas di dekat areal stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) No. 31.103.03 Jalan Cikini Raya Jakarta Pusat pada 24 Agustus disebabkan oleh biogas.


Manager Media PT Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan setelah dilakukan penyidikan dengan lingkungan kesehatan dan keselamatan kerja (LK3) Pertamina, ternyata tekanan berasal dari biogas akibat proses biologis di parit atau got. SPBU hanya terkena imbas dari ledakan yang berasal dari biogas


"Sepanjang Cikini [Jalan Cikini Raya] terjadi beberapa trotoar yang rusak]. [Gas] meletup melalui saluran got dan berakhir di SPBU karena [tekanan] lebih tinggi," jelasnya hari ini.


Kendati begitu, tidak ada kebocoran di SPBU dan stasiun itu sudah dioperasikan kembail tanggal 24 Agustus sore dengan perbaikan di tempat yang mengalami kerusakan.


Di sisi lain, Pertamina masih menunggu kajian lanjut dari Polisi dan diharapkan dapat ditemukan akar masalah untuk dapat diantipasi agar peristiwa serupa tak terjadi lagi pada kemudian hari.


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebelumnya mendesak Pemprov DKI Jakarta meningkatkan pengawasan SPBU yang berlokasi di dekat permukiman dan perkantoran. Desakan itu menyusul peristiwa ledakan yang diduga akibat ledakan gas pipa bawah tanah di areal SPBU Pertamina. (Bisnis, 26 Agustus)


"Seharusnya SPBU berada jauh dari kawasan perkantoran dan permukiman penduduk. Kalau terpaksa dekat, harus ada persyaratan dan standar pengawasan yang ketat agar tidak menimbulkan korban," kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Ubaidillah.


Menurut dia, Pemprov DKI wajib memberlakukan persyaratan ketat kepada pengusaha yang akan mengajukan izin usaha pendirian SPBU berlokasi berdekatan dengan permukiman dan perkantoran.


Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk juga membatah telah terjadi kebocoran gas maupun kerusakan pada jaringan pipa PGN yang terletak di seberang jalan dari lokasi terjadinya ledakan.


Jobi Triananda, Kepala SBU Wilayah I PGN, mengatakan berdasarkan hasil pengukuran di lapangan serta pengecekan di jaringan milik PGN maupun pelanggan, tidak ditemukan adanya kebocoran gas, kerusakan, ataupun sebab ledakan yang berasal dari jaringan PGN.


"Kami masih menyiagakan tim kami di lapangan untuk memantau perkembangan serta membantu kepolisian menemukan sebab terjadinya ledakan," ujarnya.


Lebih lauh dijelaskan jalur pipa polyethylene dengan tekanan rendah (0,06 bar) berada di seberang jalan dari lokasi terjadinya ledakan yang memasok pelanggan seperti rumah sakit, restoran, rumah tangga di wilayah Cikini dan Kramat Raya.(yn)
    Sumber : bisnis.com